Rabu, 17 Agustus 2016

Celoteh Ringan 17 Agustus-an


17 Agustus 2016, HUT RI ke-71
Disaat sebagian besar pemuda sedang sibuk menjadi panitia kegiatan peringatan HUT RI dengan segala macam jenis kegiatannya, Nda Cuma sedang duduk didepan TV sambil menonton siaran langsung Upacara Pengibaran Sangsaka Merah Putih dari Istana Negara di stasiun televisi swasta ditemani segelas kopi, secarik kertas, dan sebatang pulpen.
Sejujurnya selain kegiatan di Masjid dan Majelis Ta’lim, Nda nggak pernah ikut dalam kepanitiaan apapun dilingkungan tempat tinggal Nda.

Nda nggak peduli? Nda nggak mau berpartisipasi?

Jawabannya adalah tidak sama sekali demikian.
Sebagai putri bangsa, Tentu Nda ingin sekali ikut ambil bagian dalam kegiatan dimasyarakat, termasuk peringatan HUT RI.

Kalau ingin, kenapa nggak ambil bagian???
Yang jadi permasalahan bagi Nda adalah, Nda nggak mau ikut campur dalam suatu perkara yang Nda sendiri tidak tahu menahu pangkal dan ujungnya. Dan dalam hal kepanitiaan ini, sejak usia Nda masih belasan tahun, dalam kegiatan apapun dilingkungan, Nda nggak pernah diikut sertakan. Bahkan undangan perkumpulan remaja macam karang taruna yang sempat aktif dilingkungan Nda, Nda nggak pernah diajak, bahasa kekiniannya ya Nggak dianggap.

Dan hal seperti ini membuat Nda enggan untuk ikut campur, dan menghasilkan lingkungan yang diskriminatif.
Diskriminatif? Jahat banget sih Nda bilang diskriminatif!
Kenapa Nda bisa sebut lingkungan yang diskriminatif?

Jawabannya adalah karena setelan Nda telaah dan Nda cari tahu, ternyata mereka yang selalu diikut sertakan dalam kepanitiaan adalah orang-orang tertentu yang notabene ayah/ibu mereka adalah orang yang terpadang atau pokoknya sesuatu-lah dilingkungan, seperti anak sekretaris RW beserta jajarannya. Dan anak dari orang-orang biasa macam Nda ini hanya bisa jadi penonton.
Awalnya Nda biasa-biasa saja, tapi semakin hari, semakin bertambah usia, semakin banyak belajar, apalagi jurusan yang Nda ambil adalah tarbiyah dan Nda sendiri sempat ngajar anak-anak hingga remaja, Nda jadi mempelajari lingkungan Nda dan perkembangan anak-anak dilingkungan Nda.
Lingkugan Nda menjadi seperti kampung mati, remaja dan pemuda dilingkungan Nda itu bisa dibilang Antara Ada dan Tiada.

Serem banget sih Nda, Antara Ada dan Tiada, Macam hantu aja!
Memang faktanya begitu, remaja dilingkungan Nda bisa dibilang lumayan banyak, tetapi mereka asik masing-masing. Autis alias asyik dengan dunianya masing-masing.

Miris banget deh, dimana remaja dan pemuda dengan jumlah yang lumayan banyak ini harusnya udah bisa buat lingkungan ini jadi sesuatu, tapi ternyata sebagian dari mereka hanya menjadi sampah masyarakat.

Kejam ih Nda, masa dibilang sampah masyarakat sih. Mereka kan sama kayak Nda, manusia juga.
Ya seperti yang kita tahu apa itu sampah, sesuatu yang tidak terpakai, sesuatu yang tidak layak. Dan seharusnya pemuda dan remaja ini harusnya berpotensi membuat lingkungan lebih maju, tapi pada kenyataannya sebagian besar dari mereka terjebak dalam dunia modern dengan segala macam  teknologi dan budaya bebas bangsa asing yang membuat nilai dan moral Bangsa Indonesia ini  terhapus secara perlahan. Dan hal semacam ini, membuat rasa peduli terhadap lingkungan luntur begitu saja. Dan membuat pemuda dan remaja macam itu asyik dengan dunianya dan mengubur potensi majunya lingkungan.

Ikh, kalau setiap kampung seperti itu. bisa-bisa beberapa tahun kedepan negara dan bangsa kita hancur donk Nda? Tapi, kok bisa seperti itu sih, penyebabnya apa ya??
Sebenarnya sih banyak faktor, salah satunya itu adalah faktor keluarga. Dimana seharusnya keluarga memberi contoh baik dan menanamkan nilai-nilai luhur, berbangsa dan bernegara dengan baik kepada anak-anaknya, dimana masa  kanak-kanak adalah masa penanaman nilai dan masa remaja adalah masa pemupukan. Kalau dikeluarga nggak menanamkan hal seperti itu ya, tinggal lihat aja kebobrokan moral anak itu nanti saat dewasa.
Faktor yang paling mempengaruhi juga adalah faktor lingkungan hidup, dimana seorang anak berinteraksi dengan orang-orang dilingkungannya. Contohnya, dikampung Inggris semua orang berbahasa inggris, bahkan anak-anak. Padahal kita bertahun-tahun belajar Bahasa Inggris belum tentu bisa selancar itu bicara dalam  Bahasa Inggris,hal itu disebabkan karena lingkungan mereka membiasakan untuk berbahasa Inggris.
Tapi hal yang Nda bahas kali ini bukan tentang berbahasa, tapi tentang pemuda dan potensinya. Jadi, setelah 2-3 tahun ini Nda cari tahu, diluar sanapun banyak pemuda/i, remaja/i macam Nda ini, yang sebenarnya ingin berpartisipasi dalam kegiatan dilingkungan bahkan memiliki banyak ide yang berpotensi untuk membangun lingkungan menjadi lebih baik, tapi nggak mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan ide-idenya dikarenakan lingkungan yang diskriminatif dan kebanyakan dari mereka yang berpotensi besar adalah anak-anak dari orang-orang biasa.
Kok bisa sih, jadi lingkungan yang diskriminatif??
Bisa, hal seperti ini dikarenakan tidak adanya wadah untuk remaja dan pemuda untuk mengembangkan potensi diri, seperti karang taruna.
Dimana dalam berorganisasi setiap anggotanya dilatih untuk bertanggung jawab dan mandiri, maka dengan berorganisasi remaja dan pemuda dituntut untuk mengeluarkan potensi diri mereka, bersosialisasi dengan baik, juga memupuk kepedulian terhadap sesama. Dan hal semacam ini membuat anggota organisasi berjalan menuju dewasa dengan arah yang baik dan positif dan generasi yang seperti ini akan menghasilkan generasi yang lebih baik dimasa depan. Dan dalam organisasi karang taruna di tingkat lingkungan hidup, dimana pengurus dan anggotanya semuanya adalah remaja dan pemuda, dan para orang tua hanya menjadi penasihat. Hal ini memungkinkan untuk membentuk generasi yang unggul dilngkungan kita.

Dan memang, dari semua teman-teman senasib dengan Nda, yang tidak dianggap dalam lingkungan adalah mereka yang hidup dilingkungan diskriminatif tanpa adanya Organisasi Pemuda macam Karang Taruna.

Nda, jadi kita bicara apa sih? 17 Agustusan, Remaja dan potensinya, atau Karang Taruna?
Sebenarnya sih, tulisan ini Cuma sigkat dari apa yang ada didalam pikiran Nda, dan bagian dari Curhatan Nda, karena nggak pernah diajak dalam kepanitiaan dilingkungan.

Tapi, disamping curhatan Nda. Selama beberapa tahun ini Nda banyak belajar tentang remaja dan potensinya dan seringkali mendengar curhatan beberapa murid Nda yang berusia kisaran 15-17 tahun mengenai diskriminasi yang terjadi dilingkungan, jadi curhatan dan opini Nda diatas bukan opini kosong yang keluar dari hati yang kecewa, akhay deeuh.

Dan akhir-akhir ini Nda memiliki keinginan untuk membentuk Karang Taruna dilingkungan tempat Nda tinggal, karena kalau dari kacamata Nda, kampung Nda yang mati ini, berpotensi maju kalau pemuda dan remaja bisa bersatu dan saling bahu membahu membangun lingkungan tanpa melihat dia anak siapa. Karena mereka yang Nda sebuat sampah masyarakatpun sebenarnya memiliki potensi yang sama dengan mereka yang aktif dilingkungan untuk membangun masyarakat dan lingkungan yang lebih baik dan memajukan bangsa.

Sekian celoteh ringan Nda, moga manfaat ya Guys....
Baca juga tulisan Nda yang lain ya di ndajulinda.blogspot.co.id


2 komentar: